Friday 1 August 2008

Neisseria Gonorrhoeae

Orang pernah menderita penyakit ini, di waktu kencing merasa sakit dan bernanah. Bila tidak mendapat pengobatan yang baik akan menjadi menahun, kadang-kadang kencingnya tidak lagi bernanah tetapi pada pagi hari tampak bercak kuning di celana dalam. Bila gonore menyerang wanita kadang-kadang penderita tidak sadar karena tidak ada gejala khas yg berupa kencing nanah.Gonore pada wanita dapat menjalar sampai ke rahim,tabung rahim,indung telur, dubur, dan kadang-kadang dapat pula bersarang di kerongkongan.Wanita hamil yang menderita gonore bila melahirkan bayinya bisa buta bila tidak cepat diobati sakit mata bayi itu. Pada lelaki gonore yang tidak mendapat pengobatan sempurna dapat mengenai kelenjar prostat, dubur, dan persendian. Lelaki yang menjilat alat kelamin wanita penderita gonore dapat pula menderita gonore kerongkongan dan lidah.

ASPEK BIOLOGI

• Morfologi Dan Identifikasi
1. Ciri organisme
Secara umum ciri-ciri neisseriae adalah bakteri gram negatif, diplokokus non motil, berdiameter mendekati 0,8 µm. Masing-masing cocci berbentuk ginjal; ketika organisme berpasangan sisi yang cekung akan berdekatan.
2. Kultur
Selama 48 jam pada media yang diperkaya (misalnya Mueller-Hinton, modified Thayer-Martin), koloni gonococci berbentuk cembung, berkilau, meninggi dan sifatnya mukoid berdiameter 1-5 mm. Koloni transparan atau pekat, tidak berpigmen dan tidak bersifat hemolitik.
3. Karakteristik pertumbuhan
Neisseriae paling baik tumbuh pada kondisi aerob, namun beberapa spesies dapat tumbuh pada lingkungan anaerob. Mereka membutuhkan syarat pertumbuhan yang kompleks. Sebagian besar neisseriae memfermentasikan karbohidrat, menghasilkan asam tetapi bukan gas dan pola fermentasi karbohidratnya merupakan faktor yang membedakan spesies mereka. Neisseria menghasilkan oksidase dan memberikan reaksi oksidase positif, tes oksidase merupakan kunci dalam mengidentifikasi mereka. Ketika bakteri terlihat pada kertas filter yang telah direndam
dengan tetrametil parafenilenediamin hidroklorida (oksidase), neisseria akan dengan cepat berubah warna menjadi ungu tua.
Gonococci paling baik tumbuh pada media yang mengandung substansi organik yang kompleks seperti darah yang dipanaskan, hemin, protein hewan dan dalam ruang udara yang mengandung 5% CO2. pertumbuhannya dapat dihambat oleh beberapa bahan beracun dari media seperti asam lemak dan garam. Organisme dapat dengan cepat mati oleh pengeringan, penjemuran, pemanasan lembab dan desinfektan. Mereka menghasilkan enzim autolitik yang dihasilkan dari pembengkakan yang cepat dan lisis in vitro pada suhu 25º C dan pada pH alkalis.

• Koloni dan Antigen
Gonoccoci biasanya menghasilkan koloni yang lebih kecil dibandingkan neisseriae lainnya. Gonoccoci yang membutuhkan arginin, hipoxantin dan urasil cenderung tumbuh dengan sangat lambat pada kultur primernya. Gonoccoci diisolasi dari spesimen klinis atau dipertahankan oleh subkultur nonselektifr yang memiliki ciri koloni kecil yang mengandung bakteri berpili. Pada subkultur nonselektif, koloni yang lebih besar yang mengandung gonoccoci yang berpili juga terbentuk. Varian yang pekat dan transparan pada kedua bentuk koloni (besar dan kecil) juga terbentuk, koloni yang pekat berhubungan dengan keberadaan protein yang berada di permukaan, yang disebut Opa.

• Struktur antigen
N. gonorrhoeae adalah antigen yang heterogen dan mampu berubah struktur permukaannya pada tabung uji (in vitro) – yang diasumsikan berada pada organisme hidup (in vivo) – untuk menghindar dari pertahanan inang (host). Struktur permukaannya adalah sebagai berikut:
A. Pili
Pili adalah tentakel berbentuk rambut yang dapat memanjang hingga beberapa mikrometer dari permukaan gonoccoci. Perpanjangan tersebut menempel pada sel inang dan resisten terhadap fagositosis. Mereka terbuat dari sekumpulan protein pilin (BM 17.000-21.000). terminal amino dari molekul pilin, yang mengandung persentase yang tinggi dari asam amino hidrofobik tetap dipertahankan. Rangkaian asam amino yang dekat dengan setengah porsi molekul juga dipertahankan; porsi tersebut menempel pada sel inang dan kurang dikenal oleh respon kekebalan. Asam amino yang dekat terminal karboksil sangat bervariasi; porsi molekul ini sangat dikenal oleh respon kekebalan. Pilin-pilin dari hampir seluruh strain N. Gonorrhoeae secara antigen berbeda-beda dan setiap strain dapat membuat bentuk pilin yang unik secara antigen.
B. Por
Por membesar hingga mencapai membran sel gonoccoci. Ini terjadi dalam trimer untuk membentuk pori-pori pada permukaan melalui nutrisi yang masuk ke dalam sel. Berat molekul por sangat bervariasi 34.000 hingga 37.000. Setiap strain gonoccocus hanya menampilkan satu tipe por, tetapi por dari strain yang berbeda, berbeda pula secara antigen. Pengklasifikasian secara serologis terhadap por dengan menggunakan reaksi aglutinasi dengan antibodi monoklonal dapat dibedakan menjadi 18 serovar PorA dan 28 serovar PorB (serotyping hanya dapat dilakukan berdasarkan referensi laboratorium).
C. Opa
Protein ini berfungsi dalam adhesi gonoccoci dalam koloni dan dalam penempelan gonoccoci pada sel inang, khususnya sel-sel yang menampilkan antigen karsinoembrionik (CD 66). Satu porsi dari molekul Opa berada di bagian terluar dari membrangonoccoci dan sisanya berada pada permukaan. Berat molekul Opa berkisar antara 24.000 hingga 32.000. Setiap strain gonoccocus dapat menampilkan hingga tiga tipe Opa, dimana masing-masing strain memiliki lebih dari 10 gen untuk Opa yang berbeda-beda.
D. Rmp
Protein ini (BM sekitar 33.000) secara antigen tersimpan di semua gonoccoci. Protein ini mengubah berat molekulnya pada saat terjadi reduksi. Mereka bergabung dengan Por pada saat pembentukan pori-pori pada permukaan sel.
E. Lipooligosakarida (LOS)
Berbeda dengan batang enterik gram negatif, pada gonococci LPS tidak memiliki rantai antigen-O panjang dan disebut dengan lipooligosakarida. Berat molekulnya adalah 3000 - 7000. Gonococci dapat menampilkan Iebih dari satu rantai LOS yang secara antigen berbeda secara simultan. Toksisitas pada injeksi gonococci sebagian besar disebabkan oleh efek endotoksin dari LOS. Dalam bentuk perkembangbiakan secara molekuler, gonococci membuat molekul LOS yang secara struktural mirip dengan membran sel manusia, yaitu glikosfingolipid. Gonococci LOS dan glikosingolipid manusia dengan struktur kelas yang sama, bereaksi dengan antibodi monokloral yang sama, mengindikasikan perkembangan secaramolekuler LOS yang dipertahankan memiliki lakto-N-neotetraose glikose moietas yang sama terbagi dalam serial paraglobosid glikosfingolipid manusia. Struktur glukosa neisseria LOS lainnya, globosid, gangliosid dan laktosid. Tampilan permukaan gonoeoci yang sama dengan struktur permukaan pada sel manusia membantu gonococci untuk menghindar dari pengenalan kekebalan (immune recognition). Terminal galaktosa dari glikostmoolipid sering berkonjugasi dengan asam sialat.
Asam sialat adalah asam 9 karbon yang juga disebut dengan asam N asetilneuraminat (NANA). Gonococci tidak membuat asam sialat tetapi membuat sialiltransferase yang berfungsi untuk mengambil NANA dari nukleotida otila asam sitidine 5-monofosfo-N-asetilneuraminat (CMP-NANA) dan menempatkan NANA pada terminal galaktosa dari gonococci penerima LOS.
Sialilasi berdampak pada patogenesis dari infeksi gonococci. Ini membuat gonococci resisten untuk dimatikan oleh sistem antibodi manusia dan mengintervensi gonococci yang mengikat pada penerima (reseptor) dari sel fagositik. Neisseria meningtidis dan Haemophilus influenzae membuat banyak tapi tidak semua struktur LOS yang sama pada N gonorrhoeae. Biologi dari ketiga spesies LOS dan beberapa dari spesies neisseriae nonpatogenik adalah sama. Empat serogrup dari N. meningtidis membuat kapsul asam sialat yang berbeda, mengindikasikan bahwa mereka juga memiliki pola biosintetik yang berbeda dari gonococci. Keempat serogrup ini ber-sialilate dengan LOS-nya menggunakan asam sialat yang berasal dari kolam endogenus.
F. Protein Lain
Beberapa protein gonococci yang konstan secara antigen memiliki kinerja yang kurang jelas dalam patogenesisnya. Lip (H8) adalah protein yang terdapat pada permukaan dimana heat- modifiable seperti Opa. Fbp (iron binding protein), yang berat molekulnya sama dengan Por, tampak pada saat persediaan besi terbatas, misalnya infeksi pada manusia. Gonococci mengkolaborasi IgA1 protease yang memisah dan menonaktifkan IgA1, sebagian besar selaput lendir immunoglobulin manusia. Meningococci, Haemophilus influenzae dan Streptococcus
pneumoniae mengelaborasi protease IgA1 yang sama.

• Genetik dan Heterogenitas Antigen
Gonococci telah mengembangkan mekanisme perpindahan yang dimulai dari satu bentuk antigen (pilin, Opa atau lipopolisakarida) ke bentuk antigen yang lain dari molekul yang sama. Perpindahan tersebut membutuhkan satu tempat untuk setiap 10 pangkat 25 - 10 pangkat 3
gono-cocci, sebuah perubahan yang sangat cepat bagi bakteri. Karena pilin, Opa dan lipopolisakacida adalah antigen yang terdapat pada permukaan gonococci, mereka berperan pepting dalam respon kekebalan terhadap infeksi. Molekul-molekul yang cepat berpindah dari satu bentuk antigen ke bentuk yang lain membantu gonococci untuk mampu menghindar dari sistem kekebalan inang.

• Mekanisme Perpindahan Pilin Berbeda dengan Mekanisme Opa
Gonococci memiliki gen yang jamak, namun hanya satu gen yang dimasukkan ke dalam daerah penampakan. Gonococci menghilangkan seluruh atau sebagian dari gen pilin dan menggantikannya dengan seluruh atau sebagian dari gen pilin yang lain. Mekanisme ini membuat gonococci dapat muncul dalam berbagai bentuk molekul pilin sepanjang waktu.
Mekanisme perpindahan Opa, penambahan atau penghilangan DNA dari satu atau lebih kode pentamerik mengulang rangkaian. kode-kode untuk struktur gen Opa. Mekanisme perpindahan lipopolisakarida masih belum diketahui. Gonococci mengandung beberapa plasmid; 95% strain memiliki plasmid cryptic kecil (BM 2,4 x 10 pangkat 6 ) dari funosi yang belum diketahui. Sedangkan dua lainnya (BM 3,4 x 10 pangkat 6 dan BM 4,7 x 10 pangkat 6) mengandung gen yang mempunyai kode produksi -laktamase, dimana menyebabkan mereka resisten terhadap penicillin. Plasmidplasmid ini berpindah melalui konjugasi antara gonococci; mereka r.iirip dergan plasmid yang ditemukan pada haemofilus yang memproduksi penisilinase dan didapat dari haemofilus atau organisme gram negatif lain. 5-20% gonococci mengandung sebuah plasmid (BM 24,5 x 10 pangkat 6) dengan gen-gen yang terkode untuk berkonjugasi; kejadian paling tinggi terdapat di area geografis dimana, penisilinase yang menghasilkan gonococci banyak ditemui. Resistensi terhadap tetrasiklin yang tinggi telah berkembang di dalam gonococci melalui pemasukan kode gen streptococci ke dalam plasmid yang berkonjugasi.

PENYAKIT
• Penyebaran & Penularan
Gonorrhea telah menyebar ke seluruh dunia. Di Amerika Serikat, tingkat kejadiannya meningkat secara recap dari tahun 1955 hingga akhir 1970 dengan 400 hingga 500 kasus per 100 ribu populasi. Berikutnya berhubungan dengan epidemi AIDS dan perkembangan penerapan seks yang aman, insiden telah menurun mendekati 100 kasus tiap 100 ribu populasi. Di Indonesia, infeksi gonore menempati urutan yang tertinggi dari semua jenis PMS. Beberapa penelitian di Surabaya, Jakarta, dan Bandung terhadap WPS menunjukkan bahwa prevalensi gonore berkisar antara 7,4%--50%6,7,8,9.
Gonorrhea yang secara khusus ditularkan melalui hubungan seksual, kebanyakan merupakan infeksi yang tanpa gejala. Tingkat infeksi dari organisme, yang dilihat dari kemungkinan seseorang untuk mendapat infeksi dari pasangan seksualnya yang telah terinfeksi, mencapai 20 - 30% pada pria dan lebih besar lagi pada wanita. Tingkat infeksi dapat dikurangi dengan menghindari berganti-ganti pasangan, pemberanrasan gonorrhea dari individu yang terinfeksi (yang dapat dilakukan dengan diagnosa dini dan pengobatan), serta temuan kasus-kasus dan kontak-kontak melalui penyuluhan dan penyaringan populasi yang beresiko tinggi. Mekanisme profilaksis (kondom) dapat menjadi perlindungan yang parsial. Penggunaan metode chemoprophylaxis menjadi terbatas karena meningkatnya resistensi gonococcus terhadap antibiotik.
PPNG pertama kali muncul pada tahun 1975. Strain gonococci yang resisten terhadap penicillin ini muncul di banyak bagian dunia, dengan kejadian tertinggi pada populasi khusus seperti 50% kasus yang terdapat di tempat prostitusi yang ada di Filipina. Wilayah lain dengan tingkat kejadian tinggi adalah Singapura, sebagian Gurun Sahara - Afrika, dan Miami- Florida. Fokus dari wabah penyakit yang disebabkan oleh PPNG telah terjadi di banyak wilayah di Amerika Serikat dan di tempat lain dan fokus endemik sedang dikembangkan.
Gonococci menunjukkan beberapa tipe morfologi koloni (lihat di atas), tetapi hanya tipe 1 dan 2 yang tampaknya virulen dan mempunyai pili yang melekat pada sel-sel epitel dan membantu melawan fagositosa. Gonococci yang membentuk koloni opak dan menghasilkan Opa diisolasi dari pria yang menderita uretritis simtomatik dan dari biakan serviks rahim di tengah siklus. Gonococci yang membentuk koloni transparan sering diisolasi dari pria yang menderita infeksi uretra asimtomatik, dari wanita yang sedang haid, dan dari gonore bentuk invasif, termasuk salpingitis dan infeksi yang tersebar luas. Pada wanita, tipe koloni yang dibentuk oleh satu strain gonococci akan berubah-ubah selama siklus menstruasi.
Gonococci menyerang selaput lendir saluran genitourinari, mata, rektum, dan tenggorokan, mengakibatkan supurasi akut yang dapat menyebabkan invasi jaringan; hal ini diikuti oleh peradangan kronis dan fibrosis. Pada pria biasanya terdapat uretritis, dengan nanah yang berwarna krem kuning dan nyeri waktu kencing. Proses dapat menjalar ke epididimis. Pada infeksi yang tidak diobati, sementara supurasi mereda, terjadi fibrosis, yang kadang-kadang mengakibatkan striktur uretra. Infeksi uretra pada pria dapat tanpa gejala. Pada wanita, infeksi primer terjadi di endoserviks dan meluas ke uretra dan vagina, mengakibatkan sekret mukopurulen. Infeksi kemudian dapat menjalar ke tuba uterina dan menyebabkan salpingitis, fibrosis, dan obliterasi tuba. Infertilitas terjadi pada 20% wanita yang menderita salpingitis gonococci. Servisitis kronis atau proktitis akibat gonococci sering tanpa gejala. Bakteremia gonococci mengakibatkan lesi kulit (terutama papula hemoragik dan pustula) pada tangan, lengan bagian bawah, kaki, dan tungkai bawah, serta tenosinovitis dan artritis supuratif, biasanya pada lutut, pergelangan kaki, dan pergelangan tangan.
Gonococci dapat dibiak dari darah dan cairan sendi hanya pada 30% penderita artritis gonococci. Endokarditis gonococci tidak umum, tetapi menyebabkan infeksi hebat. Gonococci kadang-kadang menyebabkan meningitis dan infeksi mata pada orang dewasa; gejalanya menyerupai penyakit yang disebabkan meningokokus. Oftalmia neonatorum gonococci, infeksi mata pada bayi yang baru lahir, diperoleh ketika bayi melewati jalan lahir yang terinfeksi. Konjungtivitis yang timbul dapat berkembang cepat dan, jika tidak diobati, akan mengakibatkan kebutaan. Untuk menghindari penyakit ini, di AS diwajibkan penetesan tetrasiklin, eritromisin, atau perak nitrat ke dalam kantong konjungtiva bayi yang baru lahir. Gonococci yang menyebabkan infeksi lokal sering peka terhadap serum tetapi relatif resisten terhadap obat antimikroba. Sebaliknya, gonococci yang masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan infeksi yang menyebar biasanya resisten terhadap serum tetapi peka terhadap penisilin dan obat antimikroba lainnya serta berasal dari auksotipe yang memerlukan arginin, hipoxantin, dan urasil untuk pertumbuhannya.

• Gejala
Gejala gonorrhea pada pria lebih jelas daripada yang terdapat pada wanita. Wanita seringkali hanya mengalami gejala ringan atau tidak ada sama sekali. Pada pria gejala pertama biasanya timbul 2-7 hari setelah terjadinya kontak seksual dengan seseorang yang mengidap penyakit ini. Gejala yang dialami pria dimulai dengan rasa tidak nyaman pada saluran kencing, yang diikuti dengan rasa sakit ketika kencing atau keluarnya cairan dari penis. Gejala yang juga muncul adalah perasaan ingin buang air kecil terus menerus (anyang-anyangan), dan makin memburuk ketika penyakit ini menyebar ke bagian atas dari uretra. Ujung penis juga menjadi kemerahan dan membengkak. Pada wanita, gejala pertama kali timbul 7-21 hari setelah ia terinfeksi. Atau seringkali wanita yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala apapun sampai berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan setelah ia terinfeksi, dan baru ketahuan setelah pria pasangannya diketahui terinfeksi kemudian ia ikut diperiksa. Kalaupun terdapat gejala pada wanita biasanya ringan.
Namun pada beberapa kasus, gejala yang biasanya timbul adalah sebagai berikut:
» Keluarnya cairan hijau kekuningan dari vagina
» Demam
» Muntah-muntah
» Rasa gatal dan sakit pada anus serta sakit ketika buang air besar, umumnya terjadi pada wanita dan homoseksual yang melakukan anal seks dengan pasangan yang terinfeksi
» Rasa sakit pada sendi
» Munculnya ruam pada telapak tangan
» Sakit pada tenggorokan (pada orang yang melakukan anal seks dengan pasangan yang terinfeksi)

• Kekebalan
Infeksi berulang-ulang dan relaps merupakaan kebiasaan pada infeksi gonokokus resistensi terhadap reinfeksi rupanya tidak terbentuk sebagai bagian dari proses penyakit.Sementara sejumlah antibodi dapat dibuktikan, antibody tersebut atau merupakan sangat strain spesifik atau memiliki daya lindung lemah, meskipun IgA pada permukaan selaput lendir.

• Komplikasi
Apabila gonorrhea tidak diobati, bakteri dapat menyebar ke aliran darah dan mengenai sendi, katup jantung atau otak. Konsekuensi yang paling umum dari gonorrhea adalah Pelvic Inflammatory Disease (PID), yaitu infeksi serius pada organ reproduksi wanita, yang dapat menyebabkan infertilitas. Selain itu, kerusakan yang terjadi dapat menghambat perjalanan sel telur yang sudah dibuahi ke rahim. Apabila ini terjadi, sebagai akibatnya sel telur ini berkembang biak di dalam saluran falopii atau yang disebut kehamilan di luar kandungan, suatu hal yang dapat mengancam nyawa sang ibu apabila tidak terditeksi secara dini. Seorang wanita yang terinfeksi dapat menularkan penyakitnya kepada bayinya ketika sang bayi melalui jalan lahir. Pada kebanyakan kasus dimana Ibu mengidap gonorrhea, mata bayi ditetesi obat untuk mencegah infeksi gonococcus yang dapat menyebabkan kebutaan. Karena adanya resiko infeksi Ibu dan bayi, biasanya dokter menyarankan agar ibu hamil menjalani tes gonorrhea setidaknya sekali selama kehamilannya. Sedangkan pada pria, apabila tidak ditangani secara serius gonorrhea dapat menyebabkan impotensi.

PENGOBATAN
• Jenis Obat dan Cara Penggunaannya
Mintalah bantuan dokter umum.Biasanya dokter akan memberi ampisilin 3,5 mg dimakan sekaligus lalu disuntuk penisilin beberapa kali. Yang penting adalah pencegahannya. Tentu saja yang terbaik jangan berhubungan kelamin dengan penderita.Bila tetap mau berhubungan pakailah sarung KB (kondom) dan beberapa jam sebelum berhubungan makanlah ampisilin 3,5 mg sekaligus.
Semua bayi baru lahir tanpa memandang ibunya sakit atau tidak,matanya harus diberi obat tetes,larutan garam perak nitrat 1% atau salep mata tetrasiklin 1%. Irigasi lokal uretra hanya sedikit efeknya. Banyak strain gonokokus resisten terhadap sulfonamida. Selama 30 tahun terakhir,resitensi terhadap penisilin G lambat laun bertambah (diduga karena seleksi mutan khromosom) sehingga sekarang banyak starin memerlukan 2 satuan penisilin G/ml untuk penghambatan.Ini mengakibatkan terjadi peningkatan pada dosis anjuran untuk pengobatan. Pada tahun 1982, dosis 4,8 juta saluran prokain penisilin IM dengan 1g probenesid dianjurkan untuk infeksi akut. Pada tahun 1976, gonokokus yang menghasilkan beta-laktmase pertama kali
timbul.Organisme ini mungkin mendapatkan plasmid yang menatur pembentukan enzim dari Haemophilus atau sesuatu kuman gram-negatif lainnya. Menjelang awal 1977, strain gonokokus yang benar-benar resisten terhadap penisilin ini telah timbul di banyak bagian dunia.Tetapi frekuensinya tetap rendah kecuali pada populasi khusus (misalnya, pelacur di Filipina dengan insiden 50%). Namun,telah timbul penyebaran setempat gonokokus yang menghasilkan beta-laktamase sejak 1980 di California, New York, dan tempat lainnya,serta telah ditetapkan daerah-daerah endemik.Infeksi demikian mungkin membutuhkan pengunaan spektosinin yang meningkat atau pada kasus faringitis-diberikan trimetropim-sulfametoksazol dalam dosis yang tinggi selama 5 hari. Strain N.Gonnorrheae penghasil laktamase yang resisten terhadap spektinomisin telah diketemukan sejak tahun 1981.Pilihan lain adalah pemberian tetrasiklin selama 5 hari mungkin efektif. Sefoksitin diberikan 1 gram secara intramuskuler dua kali sehari dengan jarak waktu 5 jam antara suntikan dapat mengobati uretritis, serviksitis dan “carriage”
rectal tetapi tidak untuk infeksi orofaringeal karena gonokokus. Kebanyakan kasus gonorrhea yang telah menyebar luas tetap disebabkan oleh strain yang peka terhadap penisilin, dan penisilin G, 10 juta satuan setiap hari selama 5-10 hari kelihatan merupakan terapi yang cocok. Pada salpingtis menahun, prostatitis, dan infeksi yang lama lainnya, pengobatan jangka lama dianjurkan.
Pada semua tipe gonorrhea, pengobatan harus dilakukan dengan tindak lanjut yang berulang, termasuk pembiakan dari tempat yang terkena. Karena penyakit-penyakit yang ditularkan secara seksual lainnya dapat diperoleh pada saat yang sama(lihat pembicaraan khlamidia, sifilis, dan sebagainnya ), langkah-langkah diagnostic yang cocok juga harus dilakukan. Sejak meluasnya pemakaian penisilin, resistensi gonokokus terhadap penisilin perlahan-lahan timbul karena seleksi mutan kromosom, sehingga sekarang banyak strain yang memerlukan penisilin G kadar tinggi (MIC ≥ 1µg/mL) untuk menghambatnya. N.gonorrhoeae penghasil penisilinase (PPNG) juga mengalami peningkatan dalam prevalensinya (lihat atas). Sering ditemukan bentuk resisten terhadap tetrasiklin yang diperantarai secara kromosom (MIC ≥ 1µg /mL), dan 40% atau lebih yang resisten terhadap gonokokus pada kadar tersebut. Selain resistensi terhadap tetrasiklin dalam kadar tinggi (MIC ≥ 32 µg/ mL), terdapat juga resistensi spektinomisin seperti resistensi terhadap antimikroba lain. Karena masalah resistensi terhadap antimikroba pada N
gonorrhoeae, Pelayanan Kesehatan Masyarakat di AS menganjurkan agar infeksi genital atau rektal yang tidak berkomplikasi diobati dengan seftriakson 250 mg secara intramuskuler dalam dosis tunggal. Terapi tambahan dengan doksisiklin 100 mg yang diberikan melalui oral dua kali sehari selama 7 hari, dianjurkan bagi yang kemungkinan disertai infeksi klamidia; pada wanita hamil, selain doksisiklin diberikan juga eritromisin basa 500 mg melalui oral empat kali sehari selama 7 hari. Modifikasi terapi ini dianjurkan untuk infeksi N gonorrhoeae jenis lain.

• Pencegahan
Karena gonorrhea ini sangat menular namun seringkali tidak menampakkan gejala-gejala khusus, seseorang yang pernah melakukan hubungan seks dengan lebih dari satu pasangan sebaiknya memeriksakan dirinya dengan teratur. Penggunaan kondom dan difragma dapat mencegah penularan. Selain itu perlu terus waspada, karena sekali seseorang terinfeksi, tidak berarti selanjutnya ia menjadi kebal atau imun. Banyak orang terserang gonorrhea ini lebih dari sekali. Pencegahan jauh lebih baik dan lebih mudah dibandingkan dengan pengobatan. Perlu di tinjau kembali perilaku seksual sekarang, dan segera meninggalkan perilaku yang beresiko dan tidak bertanggung jawab. Jika sudah terlanjur terinfeksi, segeralah memeriksakan diri ke dokter.

source : http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/devina-07114114.pdf

Studi Kasus N.Gonorrhoeae

Studi Resistensi N. gonorrhoeae Terhadap Antimikroba pada Wanita Pekerja Seks di Jawa Barat

DJOKO YUWONO*, ENDANG R. SEDYANINGSIH*, BETWEEN LUTAM*, LISA HERAWATI*, TRIYANI S.*, SRI SUGIANINGSIH*, DAN MURAD LESMANA*
*Puslitbang Pemberantasan Penyakit, Badan Litbang Kesehatan dan Kessos, Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI
**US NAMRU-2, Jakarta

Abstrak

Telah dilakukan penelitian mengenai pola resistensi kuman gonore terhadap wanita pekerja seks (WPS) di lokalisasi WPS Kabupaten Bekasi, Tangerang, dan Bandung, Jawa Barat. Sebanyak 224 sampel usap vagina telah diperiksa isolat Neisseria gonorrhoeae-nya. Isolasi dilakukan pada medium agar Thayer Martin. Identifikasi kuman gonokokus dilakukan dengan bentuk koloni, uji oksidase, dan katalase. Identifikasi definitif dilakukan dengan pemeriksaan biokimia dan produksi betalaktamase dilakukan menggunakan cara iodometri.

Hasil identifikasi menemukan adanya 73 isolat 32,6% sebagai Neisseria gonorrhoeae dan 45 isolat kuman (61,6%) sebagai strain PPNG. Hasil pemeriksaan uji sensitivitas kuman dilakukan dengan cara agar difusi metode Kirby Bauer. Hasilnya menunjukkan bahwa 28,8%--95,9% telah resisten terhadap ampisilin, sulfametoxazole, dan tetrasiklin; 1,4%--8,2% resisten terhadap kanamisin dan spektinomisin; 1,4% telah resisten terhadap ciprofloksasin; serta tidak satupun isolat yang resisten terhadap cefuroxime dan ceftriaxone.

Lebih lanjut dikemukakan bahwa hasil wawancara terhadap WPS menggunakan kuesioner menunjukkan hanya 26,3% WPS yang menggunakan alat pengaman seksual (kondom).

Kata kunci: WPS, PMS, N. gonorrhoeae, pola resistensi obat


Abstract

A research has been conducted to investigate the resistance pattern of Neisseria gonorrhoeae infecting the prostitute workers at brothel localization area in county of Bekasi & Tangerang and city of Bandung, province west Java. A total of 224 samples taken from vaginal swab have been examined in search of Neisseria gonorrhoeae isolated on Thayer Martin culture media. Biochemical and beta-lactamase production test by iodometry technique has been carried out to confirm definite identification.

The results give out total of 73 isolates (32,6%) showing Neisseria gonorrhoeae, which include 45 among them (61,6%) as PPNG strain. The sensitivity test has been committed by Kirby Bauer culture diffusion method. As much as 28.8%-95.9% of positive isolates were proven to be resistant to ampicillin, sulfametoxazole, and tetracycline, whereas 1.4%-8.2% resistant to canamycin and spectinomycin; while 1.4% found resistant to cyprofloxacin. None has been resistant to cefuroxime nor ceftriaxone. Furthermore it can be revealed from questioner-based interview technique used to the prostitute workers that a figure of 26,3% whores make use of contraceptive method (condoms).

Pendahuluan

Neisseria gonorrhoeae adalah kuman gram negatif bentuk diplokokus yang merupakan penyebab infeksi saluran urogenitalis. Kuman ini bersifat fastidious dan untuk tumbuhnya perlu media yang lengkap serta baik. Akan tetapi, ia juga rentan terhadap kepanasan dan kekeringan sehingga tidak dapat bertahan hidup lama di luar host-nya. Penularan umumnya terjadi secara kontak seksual dan masa inkubasi terjadi sekitar 2--8 hari1,2.

WHO memperkirakan setiap tahun terdapat 350 juta penderita baru PMS (penyakit menular seksual) di negara berkembang seperti di Afrika, Asia, Asia Tenggara, dan Amerika Latin. Di negara industri prevalensinya sudah dapat diturunkan, namun di negara berkembang prevalensi gonore menempati tempat teratas dari semua jenis PMS. Dalam kaitannya dengan infeksi HIV/AIDS, United States Bureau of Census pada 1995 mengemukakan bahwa di daerah yang tinggi prevalensi PMS-nya, ternyata tinggi pula prevalensi HIV/AIDS dan banyak ditemukan perilaku seksual berisiko tinggi. Kelompok seksual berperilaku berisiko tinggi antara lain commercial sex workers (CSWs). Berdasarkan jenis kelaminnya, CSWs digolongkan menjadi female commercial sexual workers (FCSWs) 'wanita penjaja seks' (WPS) dan male commercial sexuall workers (MCSWs)3,4,5.

Di Indonesia, infeksi gonore menempati urutan yang tertinggi dari semua jenis PMS. Beberapa penelitian di Surabaya, Jakarta, dan Bandung terhadap WPS menunjukkan bahwa prevalensi gonore berkisar antara 7,4%--50%6,7,8,9.

Masalah PMS pada WPS dewasa ini sangat menarik perhatian, baik bagi para pengendali program maupun para peneliti, terutama dengan adanya krisis ekonomi dan ditutupnya beberapa lokalisasi WPS di Jakarta, Bandung, serta Surabaya. Keadaan ini akan menambah kompleksnya masalah penaggulangan PMS. Salah satu akibatnya adalah terjadinya operasi WPS liar di jalan-jalan, yang mengakibatkan sulitnya pengawasan, baik dari segi kesehatan maupun keamanan. Hal ini akan memberikan peluang bagi terjadinya peningkatan HIV/AIDS di masyarakat. Selain itu, dengan makin mudahnya mendapatkan antibiotik di pasaran bebas tanpa resep dokter dan penggunaan obat secara irasional, makin meningkat pula kejadian resistensi kuman, khususnya kuman gonore yang memiliki proporsi terbesar sebagai penyebab PMS pada kelompok WPS. Hal ini terbukti dengan telah dilaporkannya strain Neisseria gonorrhoeae yang resisten terhadap antibiotik baru, misalnya golongan quinolon yang dikenal dengan QRNG (quinolon resistant Neisseria gonorrhoeae). Kenyataan tersebut membuktikan betapa pentingnya melakukan pemantauan tingkat sensitivitas kuman gonore terhadap antibiotik secara berkesinambungan9,10.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat sensitivitas kuman gonore terhadap beberapa jenis antibiotik yang digunakan dalam penatalaksanaan PMS dengan pendekatan sindrom, di Bekasi, Tangerang, dan Bandung yang merupakan daerah yang berbatasan dengan DKI Jakarta dengan ibu kota Jawa Barat.

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk mengetahui jenis antibiotik yang tepat untuk pengobatan infeksi kuman gonore, khususnya antibiotik yang digunakan dalam penatalaksanaan PMS dengan pendekatan sindrom.

Bahan dan Cara Kerja

Pengambilan spesimen

Spesimen diambil dari kelompok wanita pekerja seks (WPS) di Bekasi dan Tangerang pada Nopember 1999, sedangkan di Bandung pada Desember 1999. Pemilihan partisipan dilakukan terhadap seluruh populasi di setiap tempat eks-lokalisasi. Kepada calon

partisipan dijelaskan maksud dan tujuan penelitian serta keuntungan bila ikut serta dalam penelitian ini. Kemudian mereka diminta untuk menandatangani inform konsent sebagai tanda ikut serta dalam penelitian yang disaksikan oleh seorang saksi. Nama dan alamat dicatat dalam buku register serta dijaga kerahasiaannya.

Pengambilan spesimen dilakukan oleh tenaga medis (dokter wanita) dengan bantuan spekulum pada daerah endoserviks menggunakan swab (lidi kapas) steril. Swab dioleskan pada satu sisi cawan petri berisi medium Thayer Martin Agar dan ditipiskan menggunakan ose untuk pemeriksaan kultur bakteri. Cawan petri yang berisi Thayer Martin Agar yang telah diolesi spesimen di bawa ke laboratorium di dalam sungkup lilin (candle jar).

Pemeriksaan Laboratorium

Isolasi dan Identiflkasi Kuman Gonore

Isolasi kuman dilakukan pada medium Thayer Martin Agar, inkubasi pada suhu 37oC dalam sungkup lilin. Pengamatan adanya koloni kuman gonore dilakukan sampai 48 jam.

Identifikasi kuman dilakukan dengan cara sebagai berikut: koloni yang dicurigai diuji oksidase dan katalase (hasil oksidase dan katalase positif). Kuman dengan hasil uji oksidase dan katalase positif dilakukan uji biokimia (gula-gula) pada medium Cystein Tlypticase Agar. Konfirmasi selanjutaya dilakukan uji iodometri untuk mengetahui produksi enzim betalaktamase (PPNG).

Sebelum dilakukan uji sensitivitas kuman terhadap antibiotik, kuman disimpan pada nutrien broth plus 20% glyserol dan disimpan pada suhu -70oC, sampai kemudian dilakukan pemeriksaan laboratorium lebih lanjut.

Uji Sensitivitas Kuman

Dilakukan dengan uji difusi agar metode Kirby Bauer pada Media Agar Cokelat Base (Oxoid), pada cawan petri dengan konsentrasi kuman 0,5 Mc Farland. Antibiotik yang diujikan adalah antibiotik yang biasa digunakan dalam penatalaksanaan PMS melalui pendekatan sindrom, yaitu ampisilin 10 µg, tetrasikiin 30 µg, sulfametoxazol 25 µg, kanamisin 30 µg, spektinomisin 30 µg, cefuroxime 30 µg, ceftriaxone 30 µg, dan cyprofloxacine 5 µg (produksi Oxoid).

Penentuan tingkat sensitivitas kuman isolat terhadap antibiotik menurut besarnya zona hambatan dilakukan berdasarkan standar NCCLS (National Committee for Clinical Standardization).

Pengobatan dengan Pendekatan Sindrom

Pengobatan dengan pendekatan sindrom dilakukan oleh tenaga medis sebagai berikut:

Kasus duh vagina: dilakukan dengan dosis tunggal Cyprofloksasin 500 mg. Metronidazole 500 mg 2 x 1 hari selama 7 hari dan Doxycyclin 100 mg 2 x 1 hari selama 7 hari.

Kasus duh vagina dan nyeri panggul bawah: Cyprofloksasin 500 mg 1 x 1 hari. Metronidazole 500 mg 2 x 1 hari selama 14 hari, Doxycyclin 100 mg 2 x 1 hari selama 14 hari. Kasus Condiloma acuminata dirujuk ke puskesmas/rumah sakit terdekat.

Analisis Data

Penelitian ini merupakan suatu studi kros-seksional. Hasil pemeriksaan kuman dan sensitivitas kuman ditabulasikan dengan hasil pemeriksaan fisik. Entri data dan pengolahan serta analisis data dilakukan dengan PC komputer menggunakan program EPI info.

Hasil dan Pembahasan

Telah dikumpulkan 224 spesimen usap endoserviks dari WPS di lokalisasi. Sebanyak 96 spesimen berasal dari kelurahan Dadap dan S. Tahang, Tangerang; 81 spesimen dari kelurahan Wanasari, Bekasi; dan 47 spesimen dari Kodya Bandung, Jawa Barat. Pada tabel 1 dapat diketahui distribusi sampel menurut kelompok umur, tingkat pendidikan, status perkawinan, jumlah anak, upaya pencarian pengobatan, mulai bekerja sebagai WPS, dan jumlah tamu rata-rata tiap malam/minggu.

Hasil analisis menunjukkan bahwa 56,2% responden berumur antara 15--24 tahun; 66,1% berpendidikan SD; 89,3% berstatus janda; 47,3% mempunyai anak 1--2 anak; dan 43,7% tidak punya anak.

Pencarian pengobatan tertinggi adalah berobat ke dokter praktik 38,8% dan berobat sendiri 27,7% (jamu dan obat bebas lain, termasuk antibiotik); 72,3% mengaku mulai bekerja sebagai WPS kurang dari 1 tahun; 94,6% melayani tamu kurang dari 5 orang tiap malam; dan 41,4% mengaku melayani 5--10 orang tamu setiap minggu. Mengenai penggunaan kondom dalam sebulan terakhir, diketahui hanya 26,3% tamu yang menggunakan kondom dengan alasan 68,8% tamu menolak dan 12,0% kondom tidak tersedia.

Kesimpulan dan Saran

Beberapa kesimpulan dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Ditemukan tingkat resistensi kuman gonore di Jawa Barat terhadap tetrasiklin, sulfametoksasol, dan ampisilin sebesar 95,9%; 71,2%; dan 28,8%. Sementara, resistensi terhadap spektinomisin, kanamisin, dan ciprofloksasin adalah 8,2%; 1,4%; dan 1,4%; sedangkan terhadap cefuroxime dan ceftriaxone tidak ditemukan adanya kuman gonore yang telah resisten terhadap kedua antibiotik tersebut.
2. Ditemukan hanya 26,3% tamu yang menggunakan kondom selama sebulan terakhir. Alasan tidak menggunakan kondom adalah 68,8% tidak mau dan 12,0% tidak tersedia.

Saran

1. Perlu dilakukan pemantauan sensitivitas kuman gonore terhadap beberapa jenis antibiotik yang digunakan dalam pengobatan pendekatan sindrom dan antibiotik yang sering digunakan secara periodik, agar adanya antibiotik yang sudah tidak efektif untuk mengobati infeksi gonore segera dapat diketahui.
2. Perlu dilakukan pemantauan PMS pada kelompok WPS, terutama sejak dinyatakan adanya daerah bebas lokalisasi WPS di beberapa kota.

source : http://www.tempointeraktif.com/medika/arsip/112001/art-1.htm

Tinjauan dan Studi Pustaka

Dalam menulis proposal ataupun laporan hasil kerja dalam bentuk tugas akhir, skripsi, thesis ataupun dalam kegiatan kerja di perusahaan atau masyarakat, studi pustaka ataupun literature review sangat diperlukan untuk memberikan dasar/landasan yang kuat mengenai kenapa kita memilih tema tertentu, kenapa kita menerapkan metode tertentu dan bukan metode yang lainnya atau sekedar memberi dasar/landasan teori yang menjadi fondasi lingkup pekerjaan yang ingin kita laporkan. Tulisan ini mengetengahkan beberapa langkah utama yang mungkin berguna bagi kita dalam mempersiapkan suatu studi pustaka atau literature review.

Tapi sebelum menjelaskan langkah-langkah tersebut ada beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan yaitu:

  • Studi pustaka atau literature review ‘BUKAN RANGKUMAN’ tapi merupakan ‘CERITA ILMIAH’ yang memuat kritik dan evaluasi
  • Studi pustaka atau literature review harus memuat ‘DAFTAR PUSTAKA’ yang dijadikan sumber bacaan secara lengkap dan melakukan ‘CITING’ terhadap daftar pustaka tersebut secara lengkap juga. Contoh cara melakukan CITING terhadap DAFTAR PUSTAKA bisa dilihat di bagian bawah tulisan ini.

Langkah-Langkah Pembuatan Studi Pustaka atau Literature Review

  • Mencari sumber-sumber untuk bahan studi pustaka atau literature review : sumber daftar pustaka yang paling bagus adalah buku, artikel jurnal yang sudah di peer-review, artikel proceedings yang telah di-peer review, dan technical report dari institusi pendidikan atau organisasi lainnya yang berhak untuk mengeluarkan. Perhatikan dulu secara sekilas apakah sumber tersebut sesuai dengan studi pustaka atau literature review yang akan dibuat. Hal-hal yang bisa diperhatikan untuk melihat kesesuaian sumber-sumber tersebut antara lain daftar isi, abstrak, heading dan sub-headings atau ‘DOCUMENT STATEMENT’ (kalimat terpenting di dalam suatu tulisan; biasanya terdapat di bagian akhir pendahuluan dari suatu tulisan).
  • Mengevaluasi isi yang dimuat di dalam sumber-sumber tersebut : tujuan dari pembuatan suatu studi pustaka atau literature review adalah untuk membuat cerita ilmiah yang memasukkan unsur evaluasi dan kritisisi terhadap hal-hal yang pernah dikemukakan orang lain. Evaluasi harus diberikan se-objektif mungkin baik evaluasi pendukung maupun yang bersifat melemahkan. Beberapa tips yang bisa digunakan untuk mempercepat proses pengevaluasian suatu sumber antara lain dengan melakukan ‘SKIMMING’ (yang arti literalnya meluncur; merefer kepada membaca cepat sambil menangkap intisari bacaan sumber; intisari yang ditangkap mungkin tidak sepenuhnya benar, tetapi dapat memberikan arahan bagi kita, apabila kita memerlukan informasi terkait di kemudian hari) dan ‘PARAGRAPH STATEMENT’ (kalimat yang terpenting dalam suatu paragraf; biasanya muncul di bagian awal dari suatu paragraf). Evaluasi juga dilakukan untuk melihat apakah penulis sumber tersebut adalah benar-benar orang yang mempunyai otoritas di dalam permasalahan yang diangkat. Hal ini bisa dihindari kalau kita hanya memakai ke-empat sumber yang saya sebutkan di atas (buku, jurnal, proceedings dan technical report; menghindari hasil searching yang tidak valid dari Google atau sistem searching lainnya). Selain kevalidan sumber, perlu juga diteliti apakah metode, data dan penganalisaan yang digunakan oleh penulis sudah tepat atau belum. Disamping itu, perlu juga dianalisa apakah ada informasi yang sengaja disampaikan sebagian, tidak sebenarnya atau dihilangkan. Kemutakhiran sumber juga perlu untuk dijaga. Untuk informasi tertentu, terkadang perkembangannya begitu cepat, sehingga harus selalu berusaha mencari yang paling up-to-date.
  • Membuat summary terhadap isi sumber-sumber tersebut : summary (rangkuman) ini digunakan sebagai pengingat sumber yang pernah dibaca, sehingga pada saat menulis studi pustaka atau literature review, tidak perlu mengulang lagi untuk membaca sumber secara keseluruhan. Adapun hal-hal yang perlu untuk dicatat dalam rangkuman antara lain: Penulis, Tahun, Judul dan Sumber (Buku, Jurnal, Proceedings atau Technical Report) dari tulisan yang dibaca, Tujuan Penelitian, Metode Penelitian, Hasil Penelitian, Kesimpulan dan Saran. Selain hal-hal tersebut, hasil pengevaluasian terhadap sumber tulisan tersebut juga dimasukkan di dalam rangkuman. Sehingga kita tidak perlu membaca lagi untuk mendapatkan hasil evaluasi yang mungkin diperlukan.
  • Menulis studi pustaka atau literature review : rangkuman yang dibuat dalam tahapan sebelumnya dipergunakan sepenuhnya dalam menulis studi pustaka atau literature review. Hal-hal yang mungkin dimasukkan antara lain : persamaan dan perbedaan antara pengarang dan penelitian mereka, penelitian mana yang saling mendukung dan yang mana saling bertentangan, pertanyaan yang belum terjawab dan lain-lain. Untuk keperluan tersebut kita mungkin perlu untuk menata rangkuman dan mengelompokkannya berdasarkan beberapa kriteria yang kita perlukan seperti berdasarkan pada tema penelitian, jenis penelitian, pendukung atau penentang dll. Satu hal yang bisa dijadikan tips dalam menulis studi pustaka atau literature review adalah ‘PARAPHRASING’ (melakukan pengungkapan ulang terhadap pernyataan orang lain dengan cara berbeda dengan aslinya). Paraphrasing ini menghindarkan kita untuk mengutip secara langsung dan menghindarkan kita untuk menggunakan tanda petik terhadap pernyataan langsung tersebut.

Semoga bermanfaat!

Contoh penggunaan CITING terhadap DAFTAR PUSTAKA

[Kutipan Dari K-Means - Penerapan, Permasalahan dan Metode Terkait (Yudi Agusta, 2007), Halaman 53, Paragraf 3]

………. dataset tersebut.

Untuk keperluan seperti itu, beberapa peneliti [5,10,11] telah mengusulkan pengembangan metode K-Means yang secara khusus memanfaatkan kernel trik, dimana data space untuk data awal di-mapping ke feature space yang berdimensi tinggi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan metode K-Means dengan kernel trik ini adalah bahwa data pada feature space tidak lagi dapat didefinisikan secara eksplisit, sehingga penghitungan nilai membership function dan centroid tidak dapat dilakukan secara langsung. Beberapa trik penghitungan telah diusulkan dalam menurunkan nilai kedua variabel yang diperlukan tersebut [5,10,11]. Dengan penerapan trik perhitungan terhadap kedua variabel tersebut, objective function yang digunakan dalam menilai apakah suatu proses pengelompokan sudah converge atau tidak juga akan berubah.

Gambar 1. Salah satu ………..

DAFTAR PUSTAKA
[1] …
[2] …
[3] …
[4] …
[5] Girolami, M. (2002). Mercel Kernel Based Clustering in Feature Space, IEEE Transactions on Neural Networks, Vol. 13, No. 3, pp. 761-766.
[6] …
[7] …
[8] …
[9] …
[10] Miyamoto S. and Nakayama, Y. (2003). Algorithms of Hard C-Means Clustering Using Kernel Functions in Support Vector Machines, Journal of Advanced Computational Intelligence and Intelligent Informatics, Vol. 7, No. 1, pp. 19–24.
[11] Miyamoto, S. and Suizu, D. (2003). Fuzzy C-Means Clustering Using Kernel Functions in Support Vector Machines, Journal of Advanced Computational Intelligence and Intelligent Informatics, Vol. 7, No. 1, pp. 25–30.
[12] …
[13] …
[14] …
[15] …
[16] …

Contoh Tinjauan Pustaka

Pengertian Model
Model adalah pola (contoh, acuan, ragam) dari sesuatu yang akan dibuat atau
dihasilkan (Departemen P dan K, 1984:75). Definisi lain dari model adalah abstraksi
dari sistem sebenarnya, dalam gambaran yang lebih sederhana serta mempunyai
tingkat prosentase yang bersifat menyeluruh, atau model adalah abstraksi dari realitas
dengan hanya memusatkan perhatian pada beberapa sifat dari kehidupan sebenarnya
(Simamarta, 1983: ix – xii).

disalin dari :

http://yudiagusta.wordpress.com

http://www.damandiri.or.id