Studi Resistensi N. gonorrhoeae Terhadap Antimikroba pada Wanita Pekerja Seks di Jawa Barat
DJOKO YUWONO*, ENDANG R. SEDYANINGSIH*, BETWEEN LUTAM*, LISA HERAWATI*, TRIYANI S.*, SRI SUGIANINGSIH*, DAN MURAD LESMANA*
*Puslitbang Pemberantasan Penyakit, Badan Litbang Kesehatan dan Kessos, Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI
**US NAMRU-2, Jakarta
Abstrak
Telah dilakukan penelitian mengenai pola resistensi kuman gonore terhadap wanita pekerja seks (WPS) di lokalisasi WPS Kabupaten Bekasi, Tangerang, dan Bandung, Jawa Barat. Sebanyak 224 sampel usap vagina telah diperiksa isolat Neisseria gonorrhoeae-nya. Isolasi dilakukan pada medium agar Thayer Martin. Identifikasi kuman gonokokus dilakukan dengan bentuk koloni, uji oksidase, dan katalase. Identifikasi definitif dilakukan dengan pemeriksaan biokimia dan produksi betalaktamase dilakukan menggunakan cara iodometri.
Hasil identifikasi menemukan adanya 73 isolat 32,6% sebagai Neisseria gonorrhoeae dan 45 isolat kuman (61,6%) sebagai strain PPNG. Hasil pemeriksaan uji sensitivitas kuman dilakukan dengan cara agar difusi metode Kirby Bauer. Hasilnya menunjukkan bahwa 28,8%--95,9% telah resisten terhadap ampisilin, sulfametoxazole, dan tetrasiklin; 1,4%--8,2% resisten terhadap kanamisin dan spektinomisin; 1,4% telah resisten terhadap ciprofloksasin; serta tidak satupun isolat yang resisten terhadap cefuroxime dan ceftriaxone.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa hasil wawancara terhadap WPS menggunakan kuesioner menunjukkan hanya 26,3% WPS yang menggunakan alat pengaman seksual (kondom).
Kata kunci: WPS, PMS, N. gonorrhoeae, pola resistensi obat
Abstract
A research has been conducted to investigate the resistance pattern of Neisseria gonorrhoeae infecting the prostitute workers at brothel localization area in county of Bekasi & Tangerang and city of Bandung, province west Java. A total of 224 samples taken from vaginal swab have been examined in search of Neisseria gonorrhoeae isolated on Thayer Martin culture media. Biochemical and beta-lactamase production test by iodometry technique has been carried out to confirm definite identification.
The results give out total of 73 isolates (32,6%) showing Neisseria gonorrhoeae, which include 45 among them (61,6%) as PPNG strain. The sensitivity test has been committed by Kirby Bauer culture diffusion method. As much as 28.8%-95.9% of positive isolates were proven to be resistant to ampicillin, sulfametoxazole, and tetracycline, whereas 1.4%-8.2% resistant to canamycin and spectinomycin; while 1.4% found resistant to cyprofloxacin. None has been resistant to cefuroxime nor ceftriaxone. Furthermore it can be revealed from questioner-based interview technique used to the prostitute workers that a figure of 26,3% whores make use of contraceptive method (condoms).
Pendahuluan
Neisseria gonorrhoeae adalah kuman gram negatif bentuk diplokokus yang merupakan penyebab infeksi saluran urogenitalis. Kuman ini bersifat fastidious dan untuk tumbuhnya perlu media yang lengkap serta baik. Akan tetapi, ia juga rentan terhadap kepanasan dan kekeringan sehingga tidak dapat bertahan hidup lama di luar host-nya. Penularan umumnya terjadi secara kontak seksual dan masa inkubasi terjadi sekitar 2--8 hari1,2.
WHO memperkirakan setiap tahun terdapat 350 juta penderita baru PMS (penyakit menular seksual) di negara berkembang seperti di Afrika, Asia, Asia Tenggara, dan Amerika Latin. Di negara industri prevalensinya sudah dapat diturunkan, namun di negara berkembang prevalensi gonore menempati tempat teratas dari semua jenis PMS. Dalam kaitannya dengan infeksi HIV/AIDS, United States Bureau of Census pada 1995 mengemukakan bahwa di daerah yang tinggi prevalensi PMS-nya, ternyata tinggi pula prevalensi HIV/AIDS dan banyak ditemukan perilaku seksual berisiko tinggi. Kelompok seksual berperilaku berisiko tinggi antara lain commercial sex workers (CSWs). Berdasarkan jenis kelaminnya, CSWs digolongkan menjadi female commercial sexual workers (FCSWs) 'wanita penjaja seks' (WPS) dan male commercial sexuall workers (MCSWs)3,4,5.
Di Indonesia, infeksi gonore menempati urutan yang tertinggi dari semua jenis PMS. Beberapa penelitian di Surabaya, Jakarta, dan Bandung terhadap WPS menunjukkan bahwa prevalensi gonore berkisar antara 7,4%--50%6,7,8,9.
Masalah PMS pada WPS dewasa ini sangat menarik perhatian, baik bagi para pengendali program maupun para peneliti, terutama dengan adanya krisis ekonomi dan ditutupnya beberapa lokalisasi WPS di Jakarta, Bandung, serta Surabaya. Keadaan ini akan menambah kompleksnya masalah penaggulangan PMS. Salah satu akibatnya adalah terjadinya operasi WPS liar di jalan-jalan, yang mengakibatkan sulitnya pengawasan, baik dari segi kesehatan maupun keamanan. Hal ini akan memberikan peluang bagi terjadinya peningkatan HIV/AIDS di masyarakat. Selain itu, dengan makin mudahnya mendapatkan antibiotik di pasaran bebas tanpa resep dokter dan penggunaan obat secara irasional, makin meningkat pula kejadian resistensi kuman, khususnya kuman gonore yang memiliki proporsi terbesar sebagai penyebab PMS pada kelompok WPS. Hal ini terbukti dengan telah dilaporkannya strain Neisseria gonorrhoeae yang resisten terhadap antibiotik baru, misalnya golongan quinolon yang dikenal dengan QRNG (quinolon resistant Neisseria gonorrhoeae). Kenyataan tersebut membuktikan betapa pentingnya melakukan pemantauan tingkat sensitivitas kuman gonore terhadap antibiotik secara berkesinambungan9,10.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat sensitivitas kuman gonore terhadap beberapa jenis antibiotik yang digunakan dalam penatalaksanaan PMS dengan pendekatan sindrom, di Bekasi, Tangerang, dan Bandung yang merupakan daerah yang berbatasan dengan DKI Jakarta dengan ibu kota Jawa Barat.
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk mengetahui jenis antibiotik yang tepat untuk pengobatan infeksi kuman gonore, khususnya antibiotik yang digunakan dalam penatalaksanaan PMS dengan pendekatan sindrom.
Bahan dan Cara Kerja
Pengambilan spesimen
Spesimen diambil dari kelompok wanita pekerja seks (WPS) di Bekasi dan Tangerang pada Nopember 1999, sedangkan di Bandung pada Desember 1999. Pemilihan partisipan dilakukan terhadap seluruh populasi di setiap tempat eks-lokalisasi. Kepada calon
partisipan dijelaskan maksud dan tujuan penelitian serta keuntungan bila ikut serta dalam penelitian ini. Kemudian mereka diminta untuk menandatangani inform konsent sebagai tanda ikut serta dalam penelitian yang disaksikan oleh seorang saksi. Nama dan alamat dicatat dalam buku register serta dijaga kerahasiaannya.
Pengambilan spesimen dilakukan oleh tenaga medis (dokter wanita) dengan bantuan spekulum pada daerah endoserviks menggunakan swab (lidi kapas) steril. Swab dioleskan pada satu sisi cawan petri berisi medium Thayer Martin Agar dan ditipiskan menggunakan ose untuk pemeriksaan kultur bakteri. Cawan petri yang berisi Thayer Martin Agar yang telah diolesi spesimen di bawa ke laboratorium di dalam sungkup lilin (candle jar).
Pemeriksaan Laboratorium
Isolasi dan Identiflkasi Kuman Gonore
Isolasi kuman dilakukan pada medium Thayer Martin Agar, inkubasi pada suhu 37oC dalam sungkup lilin. Pengamatan adanya koloni kuman gonore dilakukan sampai 48 jam.
Identifikasi kuman dilakukan dengan cara sebagai berikut: koloni yang dicurigai diuji oksidase dan katalase (hasil oksidase dan katalase positif). Kuman dengan hasil uji oksidase dan katalase positif dilakukan uji biokimia (gula-gula) pada medium Cystein Tlypticase Agar. Konfirmasi selanjutaya dilakukan uji iodometri untuk mengetahui produksi enzim betalaktamase (PPNG).
Sebelum dilakukan uji sensitivitas kuman terhadap antibiotik, kuman disimpan pada nutrien broth plus 20% glyserol dan disimpan pada suhu -70oC, sampai kemudian dilakukan pemeriksaan laboratorium lebih lanjut.
Uji Sensitivitas Kuman
Dilakukan dengan uji difusi agar metode Kirby Bauer pada Media Agar Cokelat Base (Oxoid), pada cawan petri dengan konsentrasi kuman 0,5 Mc Farland. Antibiotik yang diujikan adalah antibiotik yang biasa digunakan dalam penatalaksanaan PMS melalui pendekatan sindrom, yaitu ampisilin 10 µg, tetrasikiin 30 µg, sulfametoxazol 25 µg, kanamisin 30 µg, spektinomisin 30 µg, cefuroxime 30 µg, ceftriaxone 30 µg, dan cyprofloxacine 5 µg (produksi Oxoid).
Penentuan tingkat sensitivitas kuman isolat terhadap antibiotik menurut besarnya zona hambatan dilakukan berdasarkan standar NCCLS (National Committee for Clinical Standardization).
Pengobatan dengan Pendekatan Sindrom
Pengobatan dengan pendekatan sindrom dilakukan oleh tenaga medis sebagai berikut:
Kasus duh vagina: dilakukan dengan dosis tunggal Cyprofloksasin 500 mg. Metronidazole 500 mg 2 x 1 hari selama 7 hari dan Doxycyclin 100 mg 2 x 1 hari selama 7 hari.
Kasus duh vagina dan nyeri panggul bawah: Cyprofloksasin 500 mg 1 x 1 hari. Metronidazole 500 mg 2 x 1 hari selama 14 hari, Doxycyclin 100 mg 2 x 1 hari selama 14 hari. Kasus Condiloma acuminata dirujuk ke puskesmas/rumah sakit terdekat.
Analisis Data
Penelitian ini merupakan suatu studi kros-seksional. Hasil pemeriksaan kuman dan sensitivitas kuman ditabulasikan dengan hasil pemeriksaan fisik. Entri data dan pengolahan serta analisis data dilakukan dengan PC komputer menggunakan program EPI info.
Hasil dan Pembahasan
Telah dikumpulkan 224 spesimen usap endoserviks dari WPS di lokalisasi. Sebanyak 96 spesimen berasal dari kelurahan Dadap dan S. Tahang, Tangerang; 81 spesimen dari kelurahan Wanasari, Bekasi; dan 47 spesimen dari Kodya Bandung, Jawa Barat. Pada tabel 1 dapat diketahui distribusi sampel menurut kelompok umur, tingkat pendidikan, status perkawinan, jumlah anak, upaya pencarian pengobatan, mulai bekerja sebagai WPS, dan jumlah tamu rata-rata tiap malam/minggu.
Hasil analisis menunjukkan bahwa 56,2% responden berumur antara 15--24 tahun; 66,1% berpendidikan SD; 89,3% berstatus janda; 47,3% mempunyai anak 1--2 anak; dan 43,7% tidak punya anak.
Pencarian pengobatan tertinggi adalah berobat ke dokter praktik 38,8% dan berobat sendiri 27,7% (jamu dan obat bebas lain, termasuk antibiotik); 72,3% mengaku mulai bekerja sebagai WPS kurang dari 1 tahun; 94,6% melayani tamu kurang dari 5 orang tiap malam; dan 41,4% mengaku melayani 5--10 orang tamu setiap minggu. Mengenai penggunaan kondom dalam sebulan terakhir, diketahui hanya 26,3% tamu yang menggunakan kondom dengan alasan 68,8% tamu menolak dan 12,0% kondom tidak tersedia.
Kesimpulan dan Saran
Beberapa kesimpulan dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Ditemukan tingkat resistensi kuman gonore di Jawa Barat terhadap tetrasiklin, sulfametoksasol, dan ampisilin sebesar 95,9%; 71,2%; dan 28,8%. Sementara, resistensi terhadap spektinomisin, kanamisin, dan ciprofloksasin adalah 8,2%; 1,4%; dan 1,4%; sedangkan terhadap cefuroxime dan ceftriaxone tidak ditemukan adanya kuman gonore yang telah resisten terhadap kedua antibiotik tersebut.
2. Ditemukan hanya 26,3% tamu yang menggunakan kondom selama sebulan terakhir. Alasan tidak menggunakan kondom adalah 68,8% tidak mau dan 12,0% tidak tersedia.
Saran
1. Perlu dilakukan pemantauan sensitivitas kuman gonore terhadap beberapa jenis antibiotik yang digunakan dalam pengobatan pendekatan sindrom dan antibiotik yang sering digunakan secara periodik, agar adanya antibiotik yang sudah tidak efektif untuk mengobati infeksi gonore segera dapat diketahui.
2. Perlu dilakukan pemantauan PMS pada kelompok WPS, terutama sejak dinyatakan adanya daerah bebas lokalisasi WPS di beberapa kota.
source : http://www.tempointeraktif.com/medika/arsip/112001/art-1.htm
Friday, 1 August 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment